Kesalahan kesalahan FTV Indonesia

Table of Contents

Pendahuluan

Banyak pihak yang mengatakan bahwa FTV di Indonesia itu "aneh" dengan jalan cerita yang itu itu saja, menimbulkan sebuah kesan yang dipaksakan karena tidak sebenarnya mencerminkan keadaan atau kehidupan yang nyata. Selain kesan-kesan diatas, FTV di Indonesia kerap dikritik karena dianggap digarap dengan daya kreativitas yang rendah sehingga tidak menarik. Kreativitas yang rendah itu terkadang menjadi bahasan yang sensasional di kalangan netizen salah satunya adalah beredarnya meme "fotokopi keliling" yang viral 2023.

Tentu bagi para produser TV, hal ini dianggap sebagai prestasi yaitu menjadi bahan pembicaraan para netizen dan juga laju pemberitaan yang kian meramaikan ruang publik. Bagi mereka istilah bad news is good news masih berlaku selama tidak ada yang membahas siapa penulis, produsernya atau berita tsb tidak menghentikan tayangan sinetron. Prihal FTV yang problematik dari segi kreatif-nya sudah lama dibicarakan oleh publik bahkan sebelum adanya internet, membicarakan masalah karakter, dialog, dan juga masalah setting dan berbagai aspek produksi seperti art, wardrobe dan bahkan kesalahan editing.

Sebenarnya apa yang menjadi landasan artikel ini adalah sebuah gagasan yang digunakan dalam melihat strukturnya. Sebuah bentuk itu pasti memiliki struktur (form), jika bentuknya tidak sesuai dan apalagi sudah tidak memenuhi fungsinya maka boleh dikatakan salah. Apakah struktur yang salah masih bisa berfungsi ? tentu inilah alasan yang sering digunakan oleh produser FTV yaitu "ngapain mengikuti struktur selama film bisa deliver ?" artinya tidak perlu mengikuti struktur selama mengikuti kebutuhan penonton dan menjaga keberlangsungan industri. Hal itu boleh-boleh saja diterima, tetapi pada akhirnya kedaaan struktur dengan alih fungsi seperti itu akan mengalami permasalahan yang berlanjut. 

Permasalahan fungsi cerita dalam FTV

Para produser akhirnya hanya berpegang pada fungsi dari hiburan TV bahwa selama tayangannya bisa menghibur penonton. Pada akhirnya fungsi hiburan tereksploitasi, tidak ada lagi keterikatan emosional dengan penonton, tidak lagi mengandung unsur ketegangan karena tidak ada klimaks, karakter tidak berkembang dan yang paling terakhir adalah adanya kesulitan memahami jalan cerita. Masing-masing permasalahan ini akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

  1. Kehilangan Keterikatan Emosional: Struktur cerita yang baik membantu membangun keterikatan emosional antara penonton dan karakter dalam cerita. Karena mengabaikan struktur cerita maka ada kemungkinan cerita tidak mampu menciptakan perjalanan emosional yang kuat atau mempertahankan ketegangan yang diperlukan. Akibatnya, penonton mungkin kurang terlibat secara emosional dan kurang merasakan ikatan yang mendalam dengan cerita atau karakter. 
  2. Kurangnya Ketegangan dan Kejutan: Struktur cerita yang baik mengatur alur cerita dengan pembukaan, perkembangan, dan klimaks yang tepat. Ketika struktur diabaikan, cerita mungkin cenderung menjadi datar, tanpa ketegangan yang memadai atau momen kejutan yang menarik. Ini dapat mengakibatkan penonton kehilangan minat dan menyebabkan cerita terasa monoton dan mudah ditebak.
  3. Pengembangan Karakter yang Terbatas: Struktur cerita yang baik memungkinkan pengembangan karakter yang kuat dan kohesif. Karena mengabaikan struktur, karakter dalam cerita mungkin tidak mengalami perubahan atau pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat membuat cerita terasa dangkal dan karakter kurang memiliki kedalaman emosional atau motivasi yang kuat.
  4. Kesulitan dalam Memahami Cerita: Struktur cerita yang baik membantu menjaga alur cerita yang teratur dan mudah dipahami oleh penonton. Tanpa struktur yang jelas, cerita mungkin menjadi kacau atau sulit diikuti. Hal ini dapat menyebabkan penonton kebingungan tentang arah cerita dan tujuan karakter, sehingga mengurangi daya tarik dan kepuasan dari menonton.
Ketika struktur cerita tidak lagi diperhatikan maka apa yang terjadi adalah sebuah mekanisme penulisan skenario yang dipaksakan untuk mengikuti fungsi hiburan saja. Selaras dengan poin penjelasan nomor 4, dimana cerita dalam FTV sulit dipahami adalah sebenarnya gejala yang sangat umum pada kalangan penonton yakni cerita FTV berkesan tidak masuk akal, karena memang tidak ada cerita melainkan sebuah plot yang dipaksakan. Sebenarnya, belum ada penelitian ilmiah yang menunjukan kesalahan-kesalahan FTV yang berpengaruh pada prilaku penonton, dan bahkan beberapa produser berkilah bahwa plot cerita FTV yang dipaksakan sekalipun masih dirasa sangat wajar dan bahkan dalam beberapa kasus mengafirmasi keadaan sosial pada msyarakat umum, lah kok bisa ? Jelas ini memang sebuah konsep yang harus kita perdalam contohnya saja FTV Azab (Indosiar) yang sebagaimana di cemoohkan oleh netizen ternyata memiliki respon positif oleh penontonnya. Hal ini menjadi sebuah paradox dalam melihat konsumen atau penonton FTV terhadap Sinetron yang dianggap buruk.

Anomali dalam konsumsi FTV

Seperti apa yang dikatakan sebelumnya, apakah semua itu yakni apa yang disebutkan diatas menyebabkan daya minat penonton menurun ? Tidak juga, karena banyak laporan yang mengatakan bahwa penonton FTV tidak mengalami penurunan dan bahkan ada beberapa saat mengalami kenaikan jumlah penonton. Pada akhirnya kita juga harus mengkaji upaya-upaya yang dilakukan oleh para produser. Hal ini penting untuk dikaji dari segi produksi yang mana bisa saja menjadi permasalahan konsep siaran dibandingkan cerita itu sendiri. Berikut adalah penjelasan kenapa FTV masih terus berjaya walau dianggap buruk :
  1. Fanbase Setia: Beberapa FTV memiliki fanbase yang setia dan loyal. Meskipun kualitas cerita atau produksi mungkin menurun, para penggemar tetap setia mengikuti acara tersebut karena mereka terikat secara emosional dengan cerita (kisah atau fenomena) dan elemen tertentu dalam FTV tersebut. Mereka mungkin memilih untuk melihatnya hanya untuk kesenangan dan nostalgia, tanpa terlalu mempermasalahkan kualitasnya.
  2. Pembatasan Pilihan: beberapa kasus, penonton mungkin memiliki akses terbatas atau pilihan yang terbatas dalam hal konten FTV. Terbatas dalam arti siaran yang terjangkau dengan perangkat TV. FTV adalah salah satu pilihan utama yang tersedia, penonton mungkin tetap menonton meskipun ada kesadaran bahwa kualitasnya kurang memuaskan. Ini juga bisa disebabkan oleh kurangnya variasi atau keberagaman dalam tawaran konten FTV di televisi.
  3. Ketersediaan Alternatif yang Terbatas: Terkadang penonton tidak memiliki banyak alternatif atau opsi lain untuk menonton acara yang lebih berkualitas (melalui perangkat, jam tayangan, pesan yang bisa dipahami, dan hiburan). Jika konten FTV adalah satu-satunya yang tersedia secara luas dan mudah diakses, penonton mungkin tetap menonton meskipun mengetahui kelemahan dan permasalahan yang ada.
  4. Kebutuhan Hiburan Ringan: Ada segmen penonton yang mencari hiburan ringan dan tidak terlalu mempermasalahkan kualitas atau cerita yang lebih dalam. Mereka mungkin hanya mencari hiburan yang sederhana dan menghilangkan kejenuhan sejenak, tanpa mengharapkan cerita yang kompleks atau berkualitas tinggi. FTV dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan cerita yang sederhana dan mudah dipahami. FTV belakangan ini diakui telah menjadi drama radio (tidak perlu ditonton) yang dibutuhkan kalangan pekerja "kerah biru" seperti asisten rumah tangga, karyawan pabrik, OB, sekuriti dll untuk menemani kerja mereka yang monoton.
  5. Konteks Sosial dan Budaya: Apa yang ditayangkan dalam FTV seringkali menjadi bagian dari budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Penonton mungkin menontonnya sebagai kegiatan keluarga atau sebagai bagian dari rutinitas mereka. Seperti apa yang dikatakan sebelumnya, bahasan FTV Azab diafirmasi oleh penontonnnya. Sebagian besar kasus bahkan dijelaskan dimana FTV juga mencerminkan nilai-nilai atau norma sosial tertentu yang diakui oleh penonton. Ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan penonton untuk tetap menonton meskipun ada permasalahan dalam kualitasnya.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun penonton tidak mengalami penurunan, hal tersebut tidak berarti bahwa permasalahan dan buruknya kualitas dalam FTV tidak memiliki dampak. Penonton yang kritis dan sadar akan kualitas mungkin tetap menyoroti masalah tersebut dan berharap adanya perbaikan ke depannya.

Baca juga:
Contoh revisi logline

Hal-hal penting yang tetap harus diperbaiki dalam FTV

Kualitas Cerita dan Skrip

Salah satu masalah yang sering dikaitkan dengan FTV di Indonesia adalah kurangnya variasi dan kualitas cerita serta skrip. Beberapa penonton dan pengamat menyebutkan bahwa cerita-cerita yang disajikan dalam FTV sering kali cenderung klise, repetitif, dan kurang orisinalitas. Skrip yang lemah dan prediktabel juga dapat mengurangi daya tarik acara FTV. Jika tidak, maka konsekuensinya adalah masalah pada rekrutmen penulis yang mana akan selalu dianggap bahwa menjadi penulis instan. Kualitas yang seperti itu tidak memerlukan kompleksitas atau bahkan tidak perlu penulisan yang rumit, dan berkesen bisa dilakukan oleh penulis amatir. Pada beberapa kalangan produser bahkan mengaku jika sekrip itu bagai kejar tayang, ditulis tadi malem buat syuting besok pagi dimana kertasnya masih "hangat" dari printer.

Pemilihan Pemeran dan Akting

Kritik juga sering ditujukan kepada pemilihan pemeran dan kualitas akting dalam FTV. Beberapa FTV di Indonesia dikritik karena menggunakan pemeran yang kurang berpengalaman atau kurang sesuai dengan karakter yang mereka perankan. Selain itu, beberapa akting dalam FTV juga dianggap kurang natural atau mekanis. Para pemain utama dan atau tambahan tidak melalui sebuah mekanisme penyaringan karena tidak ada standar profesi, karena produksi sinetron semakin hari semakin dikurangi oleh kontraktor. Hal ini memang sangat bermasalah, mengingat semua produksi seharusnya melalui asosiasi profesional. Akan tetapi hal itu dianggap sebuah beban, karena industri TV sendiri tidak bisa menyediakan sebuah mekanisme pasar yang adil. Pada akhirnya beban itu dialihakn dengan alasan klasik "yang penting masih ada yang mau nonton kok".

Produksi yang Terburu-buru

Keterbatasan waktu produksi dalam FTV seringkali menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas siaran. Dalam upaya untuk memenuhi tenggat waktu dan jadwal tayang, produksi FTV seringkali terburu-buru dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk pra-produksi yang baik, seperti penulisan skrip, pemilihan lokasi yang tepat, dan persiapan produksi lainnya. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas akhir dari FTV. Seperti halnya "gorengan", makanan siap saji yang mutunya gizinya kurang tidak perlu memberikan dampak kesehatan pada pembelinya. FTV tidak mementingkan kualitas yang penting bisa "mengganjal" hiburan penonton.

Standar Produksi dan Anggaran Terbatas

FTV seringkali memiliki anggaran produksi yang terbatas dibandingkan dengan film atau serial televisi lainnya. Hal ini dapat membatasi kemampuan produksi dalam hal sinematografi, desain produksi, efek khusus, dan penggunaan teknologi modern. Standar produksi yang rendah juga dapat mempengaruhi pengalaman menonton dan persepsi kualitas dari penonton. Inilah perdebatan yang selalu menjadi pembicaraan hangat, dimana produser selalu mengeluh biaya yang rendah anehnya tidak pernah diselesaikan melalui organisasi melainkan menurunkan kualitas produk. Akhirnya adalah anggaran produksi semakin lama semakin menurun, karena walau mengeluh masih ada aja production house yang mampu dan mau menggarap FTV dengan keterbatasan anggaran.

Ketergantungan pada Formula yang Tidak Berubah

Beberapa pengamat juga mengkritik FTV di Indonesia karena kecenderungannya untuk mengikuti formula yang sama dan tidak berubah dari waktu ke waktu. Hal ini dapat menyebabkan kejenuhan bagi penonton dan mengurangi daya tarik FTV sebagai bentuk hiburan yang inovatif dan menarik. 

Hal ini penting untuk diperhatikan agar lingkungan produksi bisa meningkatkan diri. Karena pada akhirnya adalah generasi selanjutnya yang dituntut agar bisa bersaing pada tingkat produksi yang lebih serius semisal untuk produkál film layar lebar, festival film, atau cerita yang lebih kompleks.

Posting Komentar

0 Komentar