Apa itu Struktur Cerita ? — Pengertian, jenisnya dan Contohnya

 


Beberapa artikel terakhir dalam blog membahas penggunaan 8-sequence dalam mengawali penulisan sekrip / skenario film yakni pada tahap penulisan sinopsis. Blog ini bahkan membahas dari berbagai sisi penggunanya beserta contoh. Sebelumnya juga dijelaskan bagaimana menulis sinopsis itu bisa ditulis melalui 3 cara, atau juga bisa dengan cara menulis dalam bentuk Heroes Journey atau Monomyth. Artikel ini akan menjelaskan : Apa itu struktur  ? dan bagaimana azas fungsi bisa diterapkan dalam struktur ? sehingga bisa menjawab, bagaimana memodifikasi struktur dalam rangka meningkatkan kreativitas ?

Artikel ini sangat berguna bagi penulis pemula yang ingin mendalami konsep cerita dengan pendekatan akademik dengan bahasa yang renyah.

 
Table of Contents


Pendahuluan

Cerita adalah bagaimana seseorang menyampaikan pesan dalam bentuk rangkaian kejadian atau peristiwa yang berkesinambungan. Bercerita adalah cara bagaimana nenek moyang kita menyebarkan informasi, sebelum ditemukannya alat atau media modern. Cerita melekat dengan kebudayaan dan bahkan kepercayaan dan juga keyakinan beragama. Cerita dimanfaatkan dalam berkomunikasi karena dianggap cara yang paling efektif dalam menanamkan nilai-nilai kepada manusia. Cerita mudah diingat, dan kemudian dapat disampaikan kembali bahkan lintas generasi, sekarang pun masih terpelihara cerita-cerita tentang peristiwa yang sebenarnya sudah terjadi ratusan-ribu tahun lalu. Para ahli cerita, pendongeng itu memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan pesan dan bagi mereka, bisa merekayasa bentuk cerita dalam rangka menyampaikan pesan-pesan tertentu. Khalayak sebagai orang awam memahami pesan dari cerita tersebut, akan tetapi seseorang belum tentu bisa membuat cerita yang baik. Sebuah cerita memiliki kualitas yang baik jika pesan yang dimaksudkan tersampaikan secara utuh.

Cerita berkaitan dengan bagaimana manusia berbahasa, bahkan bisa ditelusuri bahwa munculnya homo-sapien (manusia) ini dikarenakan kemampuan manusia dalam menamai objek dan menggunakannya dalam bentuk bahasa. Cerita bagi manusia, merupakan teknologi komunikasi yang dimanfaatkan untuk saling berhubungan (interaksi). Pengalaman yang menjadi sumber pengetahuan manusia adalah bahan utama dalam cerita, disampaikan dalam bentuk perjalanan yang dimana pendengarnya bisa menerima pesan itu dan memiliki pengalaman baru. Menyampaikan, mendengar dan mengarang cerita tentu sebuah cara pengalaman belajar yang dikaji dalam ilmu khusus yaitu bahasa (sastra).

Huruf atau alfabet juga merupakan hasil dari berbagai pengalaman yang menjadi ilmu, selanjutnya menjadi tanda yang dikenal dengan istilah "simbol". Huruf A adalah dari konsep "alpha" yang berarti "utama" yang digambarkan dengan seperti itu melalui sejarah manusia yang memperlakukan ternak sapi, sehingga huruf A terungkapkan sebenarnya ternyata kepala binatang ternak. Sebuah fenomena yang sama jika kita kaji pada berbagai sumber artefak, peninggalan arkeologis yang menunjukan berbagai gambar ternak sapi, kerbau atau binatang bertanduk lainnya. Cara kerja cerita sebagai simbol pesan, pengalaman dan juga pengetahuan persis sama dengan cara seperti itu. Cerita adalah simbol-simbol yang saling berhubungan, terkandung dalam sebuah penceritaan pola atau interaksi manusia dengan berbagai konsep seperti kekuasaan, cinta / romansa, pengkhiatan, petualangan, kesepian, kebebasan, perjuangan pengorbanan atau berbagai hal lainnya yang perlu disampaikan. Konsep ternak pada simbol huruf A, adalah cara kerja cerita dimana konsep-konsep yang kaya akan informasi diterapkan pada simbol-simbol cerita. Manusia lebih memahami konsep-konsep melalui epos (puisi atau tembang) yang dikenal melalui cerita dari daerahnya, warga Indonesia memahami konsep-konsep dan diterapkan dalam kehidupan yang disadur dari simbol-simbol yang terkandung dalam kisah Mahabarata, Ramayana atau wayang-wayang dsb.

Struktur cerita merupakan pola penghubung konsep-konsep sehingga berbentuk dan mengatur penempatan simbol-simbol sebagai sistem berkomunikasi dalam rangka agar pesan yang hendak disampaikan sesuai dengan apa yang diterima.

Istilah "journey" adalah hasil dari berbagai pengalaman yang kemudian menjadi sumber ilmu tentang mendongeng. Istilah "journey" muncul dari konsep "odyssey" yang berarti "perjalanan panjang yang bermakna, dengan pengalaman berpetualangan" ... a long and eventful or adventurous journey or experience. Digambarkan dengan seperti itu karena melalui sejarah seorang manusia yang mengalami berbagai hal dalam upayanya untuk berpulang (perjalanan). Jadi konsep journey atau perjalanan itu sebenarnya sebuah cerita panjang. Cara kerja cerita sebagai simbol pesan, pengalaman dan juga sumber pengetahuan membungkus simbol dalam simbol yang mana dibaca dan untuk dicarikan maknanya. Seperti halnya memaknai paragraf ini, karena meniru paragraf diatas dengan menggunakan konsep "alfabet A" yang disetarakan dengan konsep "journey". Manusia cendrung mencari makna dengan menghubungkan nilai yang didapatkan dari cerita dengan apa yang dia alami, mengkorelasikan sehingga muncul makna-makna baru yang bisa dia wujudkan dalam bentuk tindakan.

Konsep "keutamaan" dalam simbol ternak yang diterapkan dalam huruf A adalah perwujudan bentuk dalam tulisan. Ternak itu dianggap utama sehingga huruf A ditaruh paling depan. Konsep itu ada bentuknya dalam hal tulisan, dan hal yang sama dalam hubungan-hubungan konsep. Cerita pun memiliki bentuk, hanya saja itu sebuah penggambaran terkhususkan bagi mereka yang ingin mempelajari lebih dalam seni bercerita. Konsep-konsep pada cerita hingga sekarang sudah dipelajari dalam bentuk-bentuk yang tetap atau ajeg, tetapi juga mengalami perubahan dan penyesuaian sesuai dengan peruntukannya.

Struktur dalam cerita

Salah satu bentuk kajian bahasa (literary study) yang mengungkapkan adanya bentuk-bentuk dalam cerita ini digambarkan oleh Claude Levi-Strauss dari epos Yunani : Eodipus, yang terungkapkan keberadaan pola penyampaian. Kajian itu menunjukan adanya tema yang diulang-ulang, yakni konsep "kematian" sebagai puncak dari sebuah cerita. Cerita itu memperlihatkan bahwa pola-pola tersebut menunjukan cara berpikir, sekaligus berusaha menimbulkan ingatan-ingatan pada pembacanya. Seperti sebuah kalimat, pola-pola tersebut digunakan agar lebih mudah dipahami oleh pendengar/penerima/komunikan. Sehingga bisa digambarkan bahwa "struktur cerita" adalah pola dalam menghubungkan konsep-konsep yang memiliki bentuk sehingga mengatur penempatan konsep dan juga simbol-simbol sebagai sistem berkomunikasi untuk menyampaikan pesan yang diharapkan.

Strukur dalam cerita itu ada namun ditemukan secara teracak, karena tidak mengikuti pola linier seperti tradisi akademisi dimana satu penelitian dikaji untuk penelitian selanjutnya. Pada era dimana teknologi komunikasi lebih pesat maju "praktik-nya" dibandingkan "teori-nya", maka struktur dalam cerita itu jarang dikenal. Sebenarnya kajian ini sudah ada sejak lama akan tetapi tidak terlalu banyak diterapkan dalam pembuatan, produksi atau pengkaryaan. Tidaklah aneh ketika di berbagai daerah itu muncul para ahli cerita yang bersumber dari pengalaman prakteknya, melainkan teorinya.

Pola-pola cerita yang efektif ini diketahui banyak praktisi dan diterapkan dalam industri yang memerlukan perlunya penyampaian pesan secara halus (subtle) dan mulus (seamless). Selain dalam film, novel juga sebenarnya terdiri atas pola-pola tersebut. Selain media film dan novel, pola atau struktur juga digunakan dalam periklanan, pidato politik dan bahkan propaganda.

Pola-pola dipelajari untuk "menghipnotis" penontonnya agar mudah percaya dan meyakini sebuah pengalaman yang kemudian bisa dianggap kebenaran.

Ketika Claude Levi-Strauss melakukan kajian pada Oedipus, dia juga melihat adanya ciri signifikan  mengenai prilaku "penguasaan" melalui kejadian-kejadian dalam cerita. Dari kejadian-kejadian itu, penguasaan dilakukan melalui tindakan membunuh (kematian). Menggunakan konsep simbol, maka setiap tema yang sama itu biasanya menunjukan "tindakan". Keterhubungan dua konsep itu seperti pengalaman tentang kejadian dan tindakan, yang kemudian bisa menggambarkan karakter (individu). Cerita Oedipus berkisah seputar pengalaman tokoh melalui sebab-kibat dari tindakan yang dilakukan. Logika dalam cerita mengenai sebab-akibat ini juga bisa digambarkan sebagai aksi-reaksi pada kehidupan nyata.

Ruang dan waktu

Buku yang menggunakan alfabet Latin sebagai teks penyampaian-nya memulai arah baca dari kiri ke kanan, lalu berderet dari atas ke bawah. Bentuk buku yang kita ketahui mewujudkan peraturan dari pola tersebut. Bentuk komik Jepang berbeda, penempatannya itu terjadi karena dibaca dari kanan ke kiri seperti buku arab yang menggunakan huruf Hijaiyah. Pola terbentuk atas salah satunya dari kebiasaan budaya dalam prihal membaca. Ketika ada sebuah gagasan yang diwujudkan dalam suatu bentuk, maka mengikuti pola ruang dan waktu yang mana bisa saja ditentukan oleh pembaca. Sebenarnya ada "pecakapan" dalam mengenogsiasikan tentang ruang dan waktu ini antara pembaca dan penulis. Pada percakapan itulah terjadi interaksi semu dalam penentuan bentuk-bentuk gagasan (konsep). Jika penulis atau pembuat pesan dengan tepat menentukan bentuk (wujud) sesuai dengan pola atau peraturan yang ada maka diterima oleh pembaca / penonton.

Wujud cerita pada Film mengikuti ruang dan waktu dari bagaimana layar bioskop ditonton. Sebuah struktur cerita pada media film dibuat mengikuti dari bagaimana cara / peraturan menonton film. 

Sebuah struktur cerita film mengukuti sebuah pola yang sederhana yaitu awal-tengah-akhir. Pada awal cerita kita melihat adanya informasi-informasi yang melandasi film, logika argumentasi yang dibentuk diasumsikan sebagai penghubung antara konsep-konsep yang akan diceritakan kemudian. Lalu ada bagian tengah yang mana penonton merasakan ketegangan dan pada bagian akhir dimana ketegangannya terlepaskan. Semua film mengalami tahapan itu sebagai proses penyampaian cerita dalam ruang dan waktu layar bioskop. Penonton diasumsikan mengikuti pola itu secara perlahan tanpa gangguan. Struktur ini terbentuk secara alamiah dari bagaimana media film muncul agar bisa diterima oleh penonton. Tidak terbayangkan semisal ketegangan terjadi di awal film lalu diceritakan logika argumentasi di akhir film, tidak mengikuti struktur seperti itu akan membuat penonton mengalami kebingungan (disorientasi) dalam memaknai pesan film tersebut. Selain kebingungan juga bisa saja terjadi misinformasi jika menggunakan pola yang tidak teratur.

Akan tetapi, berbagai produser dan sutradara tengah bereksperimen dengan ruang dan waktu ini, menyajikan film dengan struktur yang tidak lazim. Tentu merubah struktur film memerlukan pemahaman mendalam tentang pembaca / penonton atau "manusia". 

Logika argumentasi adalah peraturan utama dalam membaca film, sepertin penentuan tokoh utama, keinginan dia dan adanya muatan masalah yang akan dihadapi. Keutamaan ini membentuk gambaran yang akan dialami oleh penonton, walaupun beberapa kesadaran itu dikendalikan oleh si pembuat cerita / film. Media film adalah satu arah, namun bisa saja menjadi dua arah akan tetapi "dimainkan" dengan ritme yang tepat. Jika ada kejanggalan dan itu dirasakan secara mencolok maka terjadi penolakan dalam bentuk kekecewaan oleh penonton. Penempatan konsep pesan mengikuti peraturan yang telah dinyatakan pada logika argumentasi film yang disampaikan di awal.

Munculnya jenis-jenis struktur cerita akibat dari azas fungsi dan kreativitas yang terlibat dalam penceritaan sehingga sttukturnya berubah sesuai kebutuhan penulis. 

Azas Fungsi dan struktur dalam sebuah cerita

Pengalaman dan tindakan dalam cerita berfokus pada konsep tertentu saja, karena fokus ini diperlukan dalam rangka menyesuaikan dengan media (satu arah dan durasi terbatas). Cerita yang disampaikan dalam bentuk dongeng yang disampaikan secara verbal itu setidaknya memakan waktu sejam atau lebih singkat, hanya beberapa menit saja. Cerita adalah struktur, sedangkan dongeng adalah fungsi. Cerita sebagai konsep yang berstruktur bisa digunakan diberbagai media seperti film, musik, iklan, novel dan bahkan biografi. Sebuah konsep cerita yang disampaikan dari waktu ke waktu walaupun menceritakan pengalaman dan juga tindakan yang berbeda disebut dengan narasi. Gejala "naratif" itu ditemui di berbagai fenomena komunikasi khususnya berkaitan dengan budaya dan politik. Manusia dalam upaya atau tindakannya untuk berbudaya dan berpolitik digambarkan sebagai "homo-narrans" yakni manusia (makhluk) yang berkisah / bercerita.

Ada berbagai fungsi media yang digambarkan dalam ilmu komunikasi, salah satunya adalah fungsi untuk mempengaruhi. Adapun fungsi lain seperti memberikan pendidikan, memberi pemahaman yang mana tentu bisa saja merubah struktur isi. Cerita memiliki beragam struktur yang disesuaikan dengan beragam fungsi.

Sebuah media film menggunakan struktur cerita karena dianggap menjadi ciri-ciri yang melekat dengan khayalak film yakni sebagai homo-narrans. Para penonton film dianggap akan lebih memahami makna simbol dalam film sebagai pengalaman, yaitu dari aksi-reaksi yang membentuk karakteritasi, kejadian dan tindakan yang digambarkan dalam cerita.

Ketika film pertama kali muncul, cerita dalam film hanya menggunakan konsep-konsep visualisasi sederhana. Film hitam putih memiliki struktur yang berasal dari fotografi, yakni komposisi gambar dalam frame layar pertunjukan. Pengungkapan adanya struktur di balik pertunjukan itu baru saja diperkenalkan oleh seseorang bernama Syd-Feild pada tahun 1979. Pada waktu sebelum itu, "struktur film" tidak begitu diutamakan melainkan "fungsi film" yakni menghibur. Maka strukturnya atau kajian mengenai struktur film tidak dikenal sebelum perfilman modern. Struktur 3 babak dalam film diakui dan secara sadar diterapkan pada era perfilman "the film school" yang dipelopori oleh mahasiswa film seperti Copolla, Scorsese, Lucas dan masih banyak lagi ; Lee, Bigelow, Spielberg dll. Struktur dalam film adalah penerapan keilmiahan sebagai penjelasan rasional dan logis dalam memahamai cerita film. Maka boleh dikatakan bahwa sebelum itu film tidak dijelaskan sebagai gejala ilmiah melainkan melalui pemahaman yang bersumber dari pengetahuan informal yang didapatkan dari berbagai metode yang tidak absah. Maka film pada waktu itu dianggap sebuah konsep yang penuh cocok-cocokan, dan dengan metode trial-error yang tidak rasional.

Kreativitas menulis dengan memanfaatkan struktur

Ketika munculnya konsep penerarpan 3-act structure yang digunakan oleh orang Yunani, lalu terungkap juga konsep-konsep struktur lain dalam prihal pertunjukan seni seperti struktur teater drama dalam film. Ternyata selain orang Yunani dengan struktur 3-babak-nya, ada berbagai struktur lain yang diterapkan dalam bercerita. Ada model Freytag yakni struktur yang menggunakan 5 bagian yang dikenal dengan nama Freytag's 5-stage of drama. Istilah itu dikenal dengan banyak nama seperti "5-drama story" , "Freytag's pyramid", "technique of drama" dll.

Jenis jenis struktur cerita muncul akibat dari azas fungsi dan kreativitas yang terlibat dalam penceritaan sehingga sttukturnya berubah sesuai peruntukannya. Awalnya para ahli tidak menyadari struktur, tetapi kemudian beberapa ahli mengatakan bahwa struktur itu ada. Akan tetapi beberapa ahli lain membantah bahwa keberadaan struktur tidak berbentuk tetap. Beberapa ahli ini antara lain seperti Focault dan Derrida yang dinamakan para ahli dari mazhab Post-struturalisme. Pandangan para ahli ini mengatakan bahwa keberadaan struktur yang tetap dan adanya konsep yang universal ini tidak mungkin, akan tetapi gambaran tentang pola-pola itu bisa disesuaikan. Pembahasan itu menjadi perdebatana mengenai tindakan penyesuaian yang tidak disadari, lalu berlanjut pada penyesuaian dengan motif popularisme, lalu pada Industri budaya, tidak pernah selesai.

Ikut menggunakan berbagai pandangan seperti Joseph Campbell, Vladimir Propp atau Northrop Frye, para ahli ini terus mengungkapkan struktur-struktur dalam penulisan cerita. Para ahli ini juga terus menelusuri adanya penerapan stuktur cerita dari Budaya Jepang (Jo-ha-kyū) hingga bagaimana cerita digunakan pada budaya-budaya primitif di Afrika.

Selain 3-act structure, 5-drama story, juga muncul 8-sequence strutcture dan berbagai bentuk struktur lain dalam menulis cerita. Struktur dibuat namun juga diungkap dari berbagai cerita yang dimuat dalam media film. Joseph Campbell dalam karyanya Hero With a Thousand Faces mengungkapkan bahwa karakter mengalamai fase yang sama dalam skruktur monomyth.

Referensi

Conrad, L. (2023). Laws of Form—Laws of Narrative—Laws of Story. In Laws of Form: A Fiftieth Anniversary (pp. 785-806).

McKee, R. (2005). Story (pp. 233-251). Dixit.

Posting Komentar

0 Komentar